Minggu, 08 Mei 2011

Membentuk rumah tangga harmonis

Ciri khas yang tampak dari keluarga yang tidak memiliki ilmu dalam berumah tangga adalah para penghuninya selalu sangat mengandalkan emosi di dalam mengatasi setiap masalah yang muncul. Betapa tidak ! Karena, mereka tidak pernah tahu bagaimana cara menghadapi masalah yang selalu muncul seiring bertambahnya jumlah anggota keluarga. Seorang ayah yang kurang ilmu akan sangat mengandalkan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan yang muncul. Ini dikarenakan semakin hari tuntutan kebutuhan hidup terus meningkat , sehingga potensial akan bertumpuk dalam pikiran , berjalin berkelindan dengan beban stressing mental karena rutinitas kesibukan kantor.Manakala iman tengah menipis, kendati batin pun akan mengendur. Ini mengakibatkan tindakan mencari nafkah untuk mengatasi pertambahan kebutuhan tersebut menjadi kurang terkontrol. Tak ayal , pertimbangan halal haram dan hak bathil pun jadi tertepiskan. Keberkahan atas rezeki yang diperoleh pun praktis terkikis. Ketika rezeki itu telah dinikmati oleh istri dan anak-anak di rumah, maka tidak bisa tidak , ia bukannya membuahkan ketenangan batin, melainkan kegundahgelisahan, yang ujung-ujungnya malah bisa menaikkan kadar emosionalitas sang ayah.

Sementara itu, anak-anak semakin hari semakin beranjak besar. Ketika masih bayi mereka butuh
perhatian khusus. Keterbatasan ilmu orang tua, tidak bisa tidak, akan mengakibatkan bayi menjadi
teraniaya, baik ketika itu maupun setelah mereka besar kelak. Tidakkah kalau mereka menjadi
penyakitan karena orang tua tidak mengetahui cara memperhatikan aspek kesehatan mereka, akan membuat mereka menjadi sengsara dan menderita hidup di dunia? Tidakkah kalau mereka kelak menjadi rendah kadar intelektualitasnya, akan membuatnya tidak memiliki prestasi hidup,
sehingga menjadi manusia yang gagal dan tersisihkan? Bukankah kalau kelak mereka menjadi
anak-anak nakal, tersesat dari jalan yang benar akan membuat mereka menderita dunia akhirat ?
Masih banyak lagi akibat buruk lainnya yang akan menimpa anak-anak karena kita para orang tua
tidak memiliki bekal ilmu.

Belum lagi kalau pihak orang tua terlalu mengandalkan emosi dan kekerasan , sehingga praktis
segala pendekatan yang kita gunakan hampir bisa dipastikan selalu membuahkan kegagalan dalam
memecahkan masalah. Menghadapi anak-anak yang nakal dan enggan menuruti nasihat orang tua,
misalnya. Tentulah akan didekati dengan kepala and hati yang panas membara. Menghadapi istri
yang terkesan rewel , sok mengatur, dan mulai membosankan , atau sebaliknya, menghadapi suami yang terkesan otoriter , banyak tuntutan , sering telat pulang ke rumah, misalnya. Tentulah
semua itu akan membuat rumah menjadi terasa gerah karena darah yang selalu bergolak panas.
Na’udzubillah!

Walhasil, sekiranya ada diantara suami-istri yang jarang mendatangi majelis-majelis ilmu,
enggan menyisihkan waktu untuk membuka bahan bacaan ataupun berdialog dengan orang yang lebih tahu, hampir dapat dipastikan rumah tangganya akan tidak seimbang, akan selalu dekat dengan kesusahan dan penderitaan batin, tidak arif dalam menyelesaikan aneka masalah, dan bukan mustahil akan berujung pada kegagalan yang sangat menyakitkan dan merugikan. Oleh karena itu, tampaknya kita harus mempersiapkan bekal ilmu ini justru semenjak kita berkeinginan untuk menikah. Atau, kalaupun kita sudah lama berumah tangga , belum terlambat untuk menyadari bahwa ilmu adalah bekal utama yang harus segera digapai. Jangan merasa sayang untuk menyisihkan sebagian dari waktu maupun penghasilan nafkah kita untuk menambah ilmu. Apakah itu untuk membeli buku dan bahan bacaan lainnya yang dibutuhkan, untuk mendatangi
majelis-majelis ta’lim yang di dalamnya justru tidak hanya bertaburkan ilmu, tetapi juga rahmat
dan pertolongan Allah , mengikuti training, kursus, dan sejenisnya.

Ingat, gagalnya seorang ayah atau ibu dalam menyelesaiakan aneka masalah yang muncul di
tengah-tengah keluarga, bukannya karena masalahnya yang berat atau rumit, melainkan lebih
dikarenakan lemahnya keterampilan dan sikap kita dalam menyikapi dan menyiasati masalah itu
sendiri.

Jangan salahkan siapapun kalau rumah tangga kita dari hari ke hari selalu terasa runyam dan
tidak nyaman. Salahkanlah diri sendiri sebagai orang tua yang enggan menjadikan ilmu sebagai
bekal utama untuk mengarungi samudera kehidupan yang memang penuh ombak dan badai ini. Ilmu
agama adalah utama, tetapi ilmu dunia pun tak kalah pentingnya. Rumah tangga yang tidak dekat
dengan ilmu adalah rumah tangga yang akan selalu dekat dengan kesusahan dan kesempitan.
Camkanlah!

Gemar Beramal

Ternyata setiap ilmu itu tidak membawa manfaat, kecuali bila sudah mewujud dalam bentuk amal.
Rumus kehidupan ini sebenanya sederhana saja, yakni: seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari apa yang diinginkan, tetapi dari apa yang bisa ia lakukan. Karenanya, syarat yang kedua bagi tercapainya rumah tangga yang ideal setelah menguasai ilmu adalah gemar mengamalkannya. Hidup ini bagaikan gaung di pegunungan. Apa yang kembali kepada kita tergantung dari apa yang kita bunyikan. Sekiranya menginginkan suatu kebaikan menghampiri kita, maka ia tidak bisa datang hanya dengan cara meminta orang lain berbuat baik. Akan tetapi, terlebih dulu harus melakukan suatu kebaikan kepada orang lain.

Suami yang sibuk menyayangi dan membahagiakan istrinya lahir batin, niscaya akan mendapatkan
balasan yang amat mengesankan dari sang istri. Demikian pun kalau istri ingin disayangi dan
dibahagiakan suami. Jawabannya hanya satu : barangsiapa bisa memuliakan suaminya dengan ikhlas, Allah pun akan melembutkan hati sang suami untuk menyayanginya dengan penuh keikhlasan pula. [manajemenqolbu.com]***

Bersambung ……