Selasa, 30 Maret 2010

Perhatian bagi penimbun Harta.

Bagian Pertama

Tamak kepada harta adalah salah satu sifat yang di miliki oleh manusia, karena ketamakannya mereka menjadi bakhil, Allah menjelaskan bagaimana sifat tamak ini akan membahayakan dirinya di kemudian hari.

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka. (QS al-’Adiyat : 6 - 11)

Harta... ya harta,... semua orang berlomba untuk menumpuk harta. bahkan menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta. Kalau kita simak berbagai kasus yang sedang santer saat ini, dari kasus bank century, bahkan yang sedang anget angetnya sekarang kasus penggelapan pajak oleh gayus tambunan,.. semua bermuara kepada harta. Ketamakan seseorang yang demi harta rela melakukan apa saja. Memang kita sebagai makhluk hidup wajib bekerja mencari harta untuk nafkah hidup. Tetapi harta yang bagaimanakah yang seharusnya kita cari..??? Bukankah 2 pertanyaan yang harus kita hadapi soal harta di alam kubur nanti...??? Dari mana harta kau dapatkan. dan untuk apa harta kau belanjakan..???

Menyimak ayat tsb di atas,.. hendaklah kita mengintrospeksi diri kita. Semua tetes keringat yang kita keluarkan untuk bekerja, selayaknya adalah mendapatkan hasil yang halal, sehingga mendapatkan berkah dan ridho Allah dalam menafkahi keluarga. Dengan harta, adalah jaminan hidup berkecukupan. namun dengan harta pula, terkadang menjadi sumber petaka. Apalagi kalau kita hanya menghitung hitungnya, tanpa berfikir untuk mengeluarkan zakatnya, apalagi memberikan sedekah kepada fakir miskin yang sebenarnya adalah punya hak akan harta yang kita miliki.

Ikhwan dan akhwat... marilah senantiasa menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, sesuai dengan sabda rosulullah s.a.w,

Himalidun yaa kakaan.. nalkhoto ngingsua bada... Wama lii akhirotika ka anahatomudu khodaa...

Kerjakanlah urusan duniamu, seolah olah kamu akan hidup selamanya,.. dan kerjakanlah urusan akhiratmu, seolah olah kamu akan mati esok.

Dari khadis tersebut sudah jelas, bahwa kita di wajibkan untuk bekerja mencari membekali diri dengan harta untuk bekal hidup di dunia. Namun kita juga harus selalu beribadah dan berdo'a, mengingat bahwa kita suatu saat akan memenuhi panggilanNya, dan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan di dunia.

Wallohu alam bi showab, semoga bermanfaat.

Rabu, 24 Maret 2010

Kisah Penjual Topi

Suatu ketika ada seorang penjual topi yang berjalan melintasi hutan. Cuaca saat itu sangat panas. Ia lalu memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon besar. Sebelum merebahkan diri, ia meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangan di sampingnya. Beberapa jam ia terlelap dan terbangun oleh suara-suara ribut. Hal pertama yang disadarinya adalah bahwa semua topi dagangannya telah hilang. Kemudian ia mendengar suara monyet-monyet di atas pohon. Ia mendongak ke atas. Betapa terkejutnya ia melihat pohon itu penuh dengan monyet. Dan, semua monyet itu mengenakan topi-topinya.

Penjual topi itu terduduk dan berpikir keras bagaimana caranya ia bisa mendapatkan kembali topi-topi dagangannya yang sekarang sedang dibuat main-main oleh monyet-monyet itu. Ia berpikir dan berpikir, dan mulai menggaruk-garukkan kepalanya. Lalu ia melihat monyet-monyet itu ternyata menirukan tingkah lakunya. Kemudian, ia melepas topinya dan mengipas-ngipaskan ke wajahnya. Dan monyet-monyet itu pun melakukan hal yang sama. Aha..! Ia pun mendapat ide..! Lalu ia membuang topinya ke tanah, dan monyet-monyet itu juga membuang topi-topi di tangan mereka ke tanah.
Segera saja si penjual itu mengumpulkan dan mendapatkan kembali semua topi-topinya. Ia pun melanjutkan perjalanannya.

Lima puluh tahun kemudian, cucu dari si penjual topi itu juga menjadi seorang penjual topi juga dan telah mendengar cerita tentang monyet-monyet itu dari kakeknya. Suatu hari, persis seperti kakeknya, ia melintasi hutan yang sama. Udara
sangat panas. Ia beristirahat di bawah pohon yang sama dan meletakkan keranjang berisi topi-topi dagangan di sampingnya. Sekali lagi, ketika terbangun ia menyadari kalau monyet-monyet telah mengambil semua topi-topinya. Ia pun teringat akan cerita kakeknya. Ia mulai menggaruk-garuk kepala, dan monyet-monyet itu menirukannya. Ia melepas topinya dan mengipasngipaskan ke wajahnya, monyet-monyet itu masih menirukannya. Nah, sekarang ia merasa yakin akan ide kakeknya. Kemudian ia melempar topinya ke tanah. Tapi kali ini ia yang terkejut, karena monyet-monyet itu tidak
menirukannya dan tetap memegangi topi itu erat-erat. Kemudian, seekor monyet turun dari pohon, mengambil topi yang di lemparkan oleh cucu pedagang topi itu, lalu menepuk bahunya sambil berkata, "Memangnya cuma kamu yang punya kakek...?"


Editor: Jangan hanya karena kita mampu mengambil pelajaran dari suatu pengalaman buruk, lalu kita menganggap orang lain tidak mengambil pelajaran yang sama juga. Jangan hanya karena kita merasa lebih tahu, lalu kita menganggap orang lain tidak tahu / tidak mengerti. Jangan-jangan kita sendiri yang lebih tidak mengerti dan lebih tidak tahu daripada orang lain... :)...semoga saja tidak, Amiin.

Terima kasih atas luangan waktunya untuk membaca artikel ini…. Semoga bermanfaat.